top of page

Banking & Business Update

Corporate Financial Supply Chain Part I :
Demistifying Supply Chain Finance (SCF)

No. 03-10 BBU 2021

Korporasi besar dapat memiliki berbagai macam objektif yang terkait dengan bisnis mereka dimana objektif tersebut juga terkait dengan solusi yang disediakan oleh bank sebagai penyedia jasa & pembiayaan. Objektif yang paling umum dan paling sering disediakan oleh perbankan tentu saja adalah pembiayaan modal kerja. 

​

Namun korporasi besar juga dapat memiliki objektif-objektif yang lain seperti meningkatkan efisiensi dalam hal trade cycle atau kebutuhan modal kerja (i), melakukan empowerment terhadap supplier (ii) sampai dengan mengatur pencatatan transaksi pada laporan keuangan (iii). Objektif-objektif tersebut tidak hanya terkait dengan perusahaan itu sendiri namun juga terkait dengan supply chain dari sebuah perusahaan.
 

Salah satu solusi yang disediakan pihak perbankan untuk memenuhi ketiga objektif diatas adalah layanan Supply Chain Finance (SCF). Layanan ini pada umumnya diberikan oleh bank kepada korporasi besar dengan karakteristik procurement sebagai berikut :

​

1. Merupakan perusahaan korporasi besar (anchor buyer) yang melakukan pembelian bahan baku atau barang jadi secara reguler ke banyak supplier

2. Anchor buyer memiliki bargaining power yang lebih kuat dibandingkan mayoritas dari supplier dan pembayaran saat ini dilakukan secara open account based atau mau untuk berpindah ke metode pembayaran tersebut

3. Supplier merupakan perusahaan korporasi menengah dan/atau perusahaan kecil yang saat ini menggunakan fasilitas modal kerja dengan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga yang dinikmati oleh anchor buyer.

Layanan SCF diberikan untuk memenuhi objektif paling dasar dari anchor buyer yaitu ingin mendapatkan tenor pembayaran yang lebih panjang dan objektif dari supplier yaitu ingin mendapatkan tenor pembayaran yang lebih pendek (efisiensi dalam trade cycle). Tanpa adanya kerja sama SCF yang terjalin antara anchor buyer dan bank maka jika anchor buyer ingin meningkatkan efisiensi pada trade cycle atau kebutuhan modal kerja mereka dengan cara memperpanjang tenor pembayaran (account payables) hal ini akan cenderung merugikan/memberatkan pihak supplier.

Objektif-Objektif yang beragam dari sebuah Korporasi Besar

1. Membiayain kebutuhan modal kerja perusahaan

3. Penerbitan instrumen bisnis & perdagangan

5. Memitigasi risiko-risiko

7. Mengatur pembukuan transaksi di neraca keuangan

2. Pembayaran ke supplier dan penerimaan dari buyer

4. Efisiensi dalam trade cycle atau working capital requirement

6. Migrasi ke digital banking

8. Pengambangan Value Chain Perusahaan

Tanpa adanya SCF maka tenor pembayaran yang lebih panjang akan memberatkan supplier

Working capital financing as zero-sum game

Namun dengan menyediakan layanan SCF maka anchor buyer dapat memberikan opsi early payment berdasarkan accepted invoice atau payment instruction kepada supplier-supplier mereka. SCF limit diberikan oleh bank dengan menganalisa financial strength dari anchor buyer, bank menetapkan SCF sebagai umbrella limit akan digunakan oleh supplier untuk mendapatkan percepatan pembayaran secara without recourse, tanpa harus menggunakan limit kredit mereka sendiri (dan tentu saja tidak perlu adanya persyaratan laporan keuangan dan collateral kepada supplier) dan bahkan pada beberapa bank, SCF dapat diberikan kepada supplier tanpa adanya persyaratan pembukaan rekening.

​

Apabila bank tidak menetapkan limit SCF kepada anchor buyer dan tetap ingin membiayai piutang disisi supplier maka bank akan menetapkan limit KMK atau pembiayaan piutang (AR atau invoice financing) secara satu demi satu kepada masing-masing supplier. Jika ada ribuan supplier maka waktu & effort yang diperlukan akan terlalu luar biasa besar dan belum tentu semua supplier tersebut bank-able dan/atau sanggup untuk menyediakan collateral berdasarkan persyaratan standar dari bank untuk penyediaan fasilitas modal kerja.

​

Penjelasan atas objektif dan keuntungan yang dapat dicapai oleh anchor buyer dengan menggunakan layanan SCF adalah sebagai berikut :

  • Dengan menyediakan layanan SCF kepada suppliersuppliernya maka anchor buyer dapat menggunakan potensi cost saving dari perbedaan suku bunga SCF dengan fasilitas modal kerja disisi supplier sebagai bargaining chips untuk mendapatkan :

            - tenor pembayaran (account payables) yang lebih panjang

                dan/atau

            - diskon dalam harga pembelian barang

  • Anchor buyer dapat mendukung pengembangan supplier dengan memberikan alternatif pembiayaan modal kerja yang lebih efisien

  • Melalui penyediaan layanan ini reputasi dan image dari anchor buyer dimata supplier pun dapat menjadi lebih baik lagi

  • Dengan mempertimbangkan struktur dari layanan SCF banyak anchor buyer yang tetap menjaga pencatatan transaksi SCF sebagai account payables bukan sebagai hutang kepada bank

Sedangkan pada benefit yang didapatkan oleh bank yang menyediakan layanan SCF adalah sebagai berikut :

  • Bank dapat membantu anchor buyer dalam memberikan structured solution sekaligus mendapatkan revenue berupa interest & fee based income dari transaksi SCF.

  • Mempunyai akses kepada supplier dari anchor buyer dan dapat menyediakan ‘solusi modal kerja’ secara lebih cepat dan menyeluruh dibandingkan memberikan fasilitas KMK atau AR financing secara sendiri-sendiri

  • Bank meningkatkan share of wallet tidak hanya dari anchor buyer tapi wallet share dari supplier-supplier yang berasal dari berbagai macam segment

  • Bank dapat memutuskan untuk masuk lebih dalam dengan menyediakan fasilitas pada sisi pre-sales atau pre-shipment dari supplier

  • Minimialisir resiko fraud dikarenakan bank tumbuh melalui trade ecosystem dari anchor buyer

Potensi Cost Saving dari Perbedaan Suku Bunga SCF dengan KMK disisi Supplier

Potensi Cost Saving dari Perbedaan Suku Bunga Supply Chain Finance dengan KMK di sisi Suplplier

1

sisi Bank

Pemberian SCF melihat financial strength dari buyer, oleh karena itu booking limit dilakukan pada buyer sebagai anchor. Terdapat resiko ketidakmampuan buyer untuk melakukan settlement atas pembayaran invoice yang jatuh tempo. Pada awal pemberian SCF akan dianalisa dan ditetapkan apakah SCF akan diberikan secara stand-alone atau berdampingan dengan fasilitas trade loan untuk membantu pembiayaan lebih lanjut sepanjang trade cycle dari anchor buyer.

2

sisi Supplier

Pada SCF terdapat opsi early payment atas invoice yang sudah diaccept dari buyer. Namun berbeda dengan metode pembayaran Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), pada transaksi SCF tidak ada jaminan pembayaran dari pihak ketiga (bank) sehingga tidak ada limit khusus yang dibook/hold sebelumnya. Pencairan SCF hanya dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan limit dan/atau diterimanya instruksi pembayaran dari anchor buyer.

3

sisi Buyer

Jika tidak diimplementasikan dengan hati-hati pemberian SCF dapat terjadi kesalahpahaman kepada supplier yang mengakibatkan mereka ingin menaikkan harga penjualan barang atau apabila limit SCF tidak tersedia maka proses early payment akan menjadi tertunda/terhambat sehingga supplier kecewa.

Adapun resiko-resiko terkait dengan pemberian SCF adalah sebagai berikut :

Penulis tidak dapat mengidentifikasi besar market share dari SCF pada perbankan di Indonesia karena belum adanya keseragaman dan/atau catatan khusus pada laporan keuangan perbankan yang mencatat transaksi tersebut. Beberapa bank menggabungkan pada pos Kredit & Piutang (Credit & Advances) dan ada yang memisahkan masuk dalam Tagihan Lainnya (Other Receivables). Namun kita dapat melakukan estimasi secara konservatif dengan mengasumsikan 5% dari total kredit modal kerja segmen korporasi besar berpeluang untuk diberikan layanan SCF.
Tabel Pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga dalam bentuk modal kerja
Apabila kita mengasumsikan 30% dari total kredit modal kerja merupakan segment korporasi dan 5% dari nilai tersebut berpotensi diberikan SCF maka didapatkan potensi volume sebesar IDR36T dan apabila bank dapat membukukan NIM sebesar 3% maka total revenue wallet share dari potensi pemberian SCF mencapai angka IDR1.1T.
 
Perhitungan diatas tentu cukup konservatif, mengingat banyak layanan SCF yang diberikan kepada multinationals company atau local large corporate yang secara stand-alone. Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut dalam kondisi yang kuat atau cash rich sehingga tidak memerlukan adanya fasilitas pembiayaan modal kerja dan tentu saja tidak akan terhitung potensinya melalui perhitungan diatas.
​
Belum terhitung juga potensi fee-based income yang bank bisa dapatkan dari komisi transaksi SCF, dana pihak ketiga apabila ada persyaratan pembukaan rekening kepada supplier dan potensi pemberian fasilitas modal kerja untuk kebutuhan presales/shipment.
Adapun beberapa trend yang diidentifikasi oleh penulis untuk pemberian Supply Chain Finance kepada korporasi besar di market global maupun di Indonesia :
​
  • Semakin banyak non-bank FI atau Fintech yang menawarkan layanan SCF, sebagai contoh PrimeRevenue, Orbian dan Taulia yang merupakan fintech global
  • Di luar negeri, bank agresif untuk menyediakan layanan SCF untuk perusahaan manufaktur dan hypermarkets sedangkan di Indonesia, bank lebih agresif untuk memberikan SCF yang government related atau layanan SCF yang diberikan dimana anchor buyer adalah state-owned company/entity
  • Pemberian SCF secara digital menjadi salah satu kunci pengembangan bisnis kedepannya. Bank maupun fintech harus dapat mengakomodir proses penerbitan PO, invoice, transport document, pembayaran & pembiayaan sampai dengan kebutuhan tanda tangan basah & mekanisme audit trail pada layanan SCF digital yang akan diberikan.

​

Dapat disimpulkan bahwa SCF merupakan produk yang unik, dimana bank, buyer & supplier dapat mengambil berbagai macam manfaat dari pemberian skema tersebut. Namun cara menyampaikan solusi atau mendapatkan buy-in dari internal stakeholder anchor buyer, perhitungan, penetapan limit & struktur fasilitas untuk memitigasi resiko kredit sampai dengan implementasi/on-boarding SCF merupakan beberapa faktor kunci untuk keberhasilan pengembangan bisnis SCF yang aman dan berkesinambungan.

About the Writer

Taufik Ardi

Taufik Ardi is the founder, lead trainer & consultant of Alta Perfecto. He has extensive 15+ years of handson experience from various type of banks (local, state-owned and foreign bank) all of them are in trade finance business. He gained technical, leadership & strategic capabilities as trade product & business development manager. Within the last 8+ years of his career he worked with HSBC in different market region South East Asia (Indonesia) & Middle East (Qatar).

​

He is very well versed in trade finance, supply chain finance & receivables financing (structured trade solution), commodity trade finance, standby LC & guarantees, export & import forfaiting, FI trade loan, trade risk participation and distribution.

 

His multiple experiences in revamping or launching a new products, establishing cooperation with insurance companies, reengineering business & operational process and leading new initiatives and projects to grow the bank's business in a safe and sustainable way are proven to bring rich, comprehensive & applicable and practical knowledge for Alta Perfecto’s public & in-house training participants.

  • LinkedIn
  • Instagram
Taufik Ardi Director of Alta Perfecto
bottom of page